WELCOME TO MY BLOG

SELAMAT DATANG DAN SEMOGA MEMBERI MANFAAT

The Beautiful Sceneries

Kamis, 27 Februari 2014

"Apersepsi" Suatu Hal Yang Urgen Namun Sering Diabaikan dalam Pembelajaran

Teori Apersepsi
“Apersepsi” menurut kamus Bahasa Indonesia ( Depdiknas, 2002: 60) adalah pengamatan secara sadar (penghayatan) tentang segala sesuatu di jiwanya (dirinya) sendiriyang menjadi dasar perbandingan serta landasan untuk menerima ide tertentu. Munif Chatib (2011: 87) membedakan antara strategi dengan “apersepsi” dalam pembelajaran. “Apersepsi” dilakukan pada menit-menit pertama sebelum masuk dalam pembelajaran inti. Dan kegiatan “apersepsi” ini sangat menentukan kondisi pembelajaran berikutnya.
     Orang pertama mengenalkan teori apersepsi (Munif Chatib, 2011: 81) adalah Johan Friederich Herbart (1776 – 1841). Awalnya Herbart merasakan bahwa dalam interaksi antara guru dan siswa terjadi proses yang sangat dinamis dan kompleks sehingga sulit dijelaskan secara sederhana. Inilah salah satu alasan banyak proses belajar yang bermuara pada kegagalan belajar. Filosofi mendasar pandangan Herbart tentang teori Apersepsi mengatakan bahwa (1) manusia adalah makhluk pembelajar, (2) sifat dasar manusia adalah memerintah dirinya sendiri, (3) lalu melakukan reaksi terhadap instruksi yang berasal dari lingkungannya, jika dia dibekali oleh dorongan atau rangsangan (stimulus) khusus.
      Filosofi  bahwa manusia adalah makhluk pembelajar memberikan tantangan bagi pengajar bahwa ketika subjek (siswa, mahasiswa, ataupun peserta diklat) tidak mau melakukan pembelajaran di kelas tidak sepenuhnya berangkat dari kesalahan mereka. Tetapi boleh jadi pengajar tersebut yang belum mampu membangkitkan sifat dasar tersebut. Ada kesalahan komunikasi.
Ketika pengajar memberikan instruksi, dan subjek tidak mau melakukannya juga bukan sepenuhnya kesalahan subjek. Sebab hakekatnya setiap manusia melakukan sesuatu adalah karena diperintah oleh dirinya sendiri. Artinya, ketika mereka tidak melakukan instruksi tersebut adalah karena kesalahan komunikasi sehingga belum bisa membangkitkan sifat dasar tersebut. Ketika komunikasi “nyambung” maka otomatis mereka akan memerintahkan dirinya sendiri untuk melakukan instruksi (sesuatu). Kesimpulanya agar setiap subjek (siswa, mahasiswa, atau peserta diklat) terbangkitkan tiga aspek di atas, harus dilakukan terlebih dahulu aktivitas “apersepsi”. Apersepsi menjadi sangat penting dalam memulai proses pembelajaran.
    Hal serupa dapat juga dikaji dalam teori Quantum Teaching Bobbi DePorter. Rancangan pembelajaran Quantum Teaching melalui beberapa tahap yang disingkat dengan TANDUR. Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Tumbuhkan adalah aktivitas yang melibatkan siswa. Pengajar ikut serta dalam jalinan proses belajar untuk saling memahami dan memuaskan siswa dengan konsep AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku).
     Alami adalah aktivitas memberikan pengalaman kepada siswa dengan memanfaatkan hasrat alami otak untuk menjelajah. Saat mempelajari sesuatu dalam kehidupan nyata, kita sudah punya pengalaman awal, yang berhubungan dengan suatu konsep. Dengan adanya pengalaman, informasi yang abstrak akan menjadi konkret. Namai adalah aktivitas penamaan yang memuaskan hasrat alamiah otak untuk memberikan identitas, mengurutkan, dan mendefinisikan. Tampaknya kegiatan Tumbuhkan, Alami dan Namai dalam Quantum Teaching ini adalah kegiatan apersepsi itu.

- See more at: http://bdksemarang.kemenag.go.id/?p=page&id=187#sthash.EkOjlYzu.L6y3vuPu.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar