Teori Apersepsi
“Apersepsi” menurut kamus Bahasa Indonesia (
Depdiknas, 2002: 60) adalah pengamatan secara sadar (penghayatan) tentang
segala sesuatu di jiwanya (dirinya) sendiriyang menjadi dasar perbandingan
serta landasan untuk menerima ide tertentu. Munif Chatib (2011: 87) membedakan
antara strategi dengan “apersepsi” dalam pembelajaran. “Apersepsi” dilakukan
pada menit-menit pertama sebelum masuk dalam pembelajaran inti. Dan kegiatan
“apersepsi” ini sangat menentukan kondisi pembelajaran berikutnya.
Orang pertama mengenalkan teori apersepsi (Munif Chatib,
2011: 81) adalah Johan Friederich Herbart (1776 – 1841). Awalnya Herbart
merasakan bahwa dalam interaksi antara guru dan siswa terjadi proses yang
sangat dinamis dan kompleks sehingga sulit dijelaskan secara sederhana. Inilah
salah satu alasan banyak proses belajar yang bermuara pada kegagalan belajar.
Filosofi mendasar pandangan Herbart tentang teori Apersepsi mengatakan bahwa
(1) manusia adalah makhluk pembelajar, (2) sifat dasar manusia adalah
memerintah dirinya sendiri, (3) lalu melakukan reaksi terhadap instruksi yang
berasal dari lingkungannya, jika dia dibekali oleh dorongan atau rangsangan
(stimulus) khusus.
Filosofi bahwa manusia adalah makhluk pembelajar
memberikan tantangan bagi pengajar bahwa ketika subjek (siswa, mahasiswa,
ataupun peserta diklat) tidak mau melakukan pembelajaran di kelas tidak
sepenuhnya berangkat dari kesalahan mereka. Tetapi boleh jadi pengajar tersebut
yang belum mampu membangkitkan sifat dasar tersebut. Ada kesalahan komunikasi.
Ketika pengajar memberikan instruksi, dan subjek tidak
mau melakukannya juga bukan sepenuhnya kesalahan subjek. Sebab hakekatnya
setiap manusia melakukan sesuatu adalah karena diperintah oleh dirinya sendiri.
Artinya, ketika mereka tidak melakukan instruksi tersebut adalah karena
kesalahan komunikasi sehingga belum bisa membangkitkan sifat dasar tersebut.
Ketika komunikasi “nyambung” maka otomatis mereka akan memerintahkan dirinya
sendiri untuk melakukan instruksi (sesuatu). Kesimpulanya agar setiap subjek
(siswa, mahasiswa, atau peserta diklat) terbangkitkan tiga aspek di atas, harus
dilakukan terlebih dahulu aktivitas “apersepsi”. Apersepsi menjadi sangat
penting dalam memulai proses pembelajaran.
Hal serupa dapat juga dikaji dalam teori Quantum
Teaching Bobbi DePorter. Rancangan pembelajaran Quantum Teaching melalui
beberapa tahap yang disingkat dengan TANDUR. Tumbuhkan, Alami,
Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Tumbuhkan
adalah aktivitas yang melibatkan siswa. Pengajar ikut serta dalam jalinan
proses belajar untuk saling memahami dan memuaskan siswa dengan konsep AMBAK
(Apa Manfaatnya Bagiku).
Alami adalah aktivitas memberikan pengalaman kepada siswa
dengan memanfaatkan hasrat alami otak untuk menjelajah. Saat mempelajari
sesuatu dalam kehidupan nyata, kita sudah punya pengalaman awal, yang
berhubungan dengan suatu konsep. Dengan adanya pengalaman, informasi yang
abstrak akan menjadi konkret. Namai adalah aktivitas penamaan yang
memuaskan hasrat alamiah otak untuk memberikan identitas, mengurutkan, dan
mendefinisikan. Tampaknya kegiatan Tumbuhkan, Alami dan Namai dalam Quantum
Teaching ini adalah kegiatan apersepsi itu.
- See more at:
http://bdksemarang.kemenag.go.id/?p=page&id=187#sthash.EkOjlYzu.L6y3vuPu.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar