- by Konsultasi Syariah
- April 5, 2014
Berikut ini beberapa untaian kata nasehat untuk kaum
muslimin di Indonesia tentang bagaimana sebaiknya kaum muslimin Indonesia
menyikapi Pemilu sesuai dengan kaidah Islam yang sudah dituntun oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga nasehat ini menjadi nasehat yang
Indah dan memberikan manfa’at untuk kita semua.
Nasehat Pemilu 2014
Mengingat hari Rabu tanggal 9 April nanti, negara Indonesia
akan mengadakan hajatan besar yaitu Pemilu
untuk memilih anggota dewan legislatif, yang akan disusul kemudian pemilu pada
9 Juli 2014 untuk memilih capres dan cawapres. Maka dengan bertawakkal kepada
Allah, kami ingin menyampaikan beberapa point penting, yang kita berdoa
kepada Allah agar menjadikan untaian kata nasehat ini ikhlas mengharapkan
pahala Allah dan menginginkan kemaslahatan bagi para hamba:
PERTAMA
Sesungguhnya sistem demokrasi bertentangan dengan
hukum Islam, karena:
- Hukum dan undang-undang adalah hak mutlak Allah. Manusia boleh membuat peraturan dan undang-undang selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
- Demokrasi dibangun di atas partai politik yang merupakan sumber perpecahan dan permusuhan, sangat bertentangan dengan agama Islam yang menganjurkan persatuan dan melarang perpecahan.
- Sistem demokrasi memiliki kebebasan yang seluas-luasnya tanpa kendali dan melampui batas dari jalur agama Islam.
- Sistem demokrasi, standarnya adalah suara dan asiprasi mayoritas rakyat, bukan standarnya kebenaran Al-Qur’an dan As-Sunnah sekalipun minoritas.
- Sistem demokrasi menyetarakan antara pria dan wanita, orang alim dan jahil, orang baik dan fasik, muslim dan kafir, padahal tentu tidak sama hukumnya. (catatan: Bacalah risalah Al-Adlu fi Syari’ah Islam wa Laisa fii Dimoqrotiyyah al-Maz’umah oleh Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hlm. 36-44)
Namun karena di kebanyakan negeri Islam saat ini –termasuk
Indonesia- menggunakan sistem demokrasi yang kepemimpinan negeri ditentukan
melalui pemilu, maka dalam kondisi seperti ini apakah kita ikut coblos ataukah
tidak? Masalah ini diperselisihkan para ulama yang mu’tabar tentang
boleh tidaknya, karena mempertimbangkan kaidah maslahat dan mafsadat. Sebagian
ulama berpendapat tidak boleh berpartisipasi secara mutlak seperti pendapat
mayoritas ulama Yaman karena tidak ada maslahatnya bahkan ada madharatnya
(catatan: Lihat Tanwir Zhulumat fi Kasyfi Mafasidi wa Subuhati Al-Intikhobat
karya Syaikh Muhammad bin Abdillah al-Imam). Dan sebagian ulama lainnya
berpendapat boleh untuk menempuh madharat yang lebih ringan seperti pendapat
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin dan lain-lain (catatan: Lihat
penjelasan tentang perbedaan pendapat ulama dan argumen masing-masing dalam
masalah ini di kitab Al-Intikhobat wa Akamuha fil Fiqih Islami hlm.
86-96 karya Dr. Fahd bin Shalih al-’Ajlani, cet. Kunuz Isyibiliya, KSA), karena
“Apa yang tidak bisa didapatkan seluruhnya maka jangan ditinggalkan
sebagiannya” dan “rabun itu lebih baik daripada buta”.
Maka seyogyanya bagi kita semua untuk bersikap arif
dan bijaksana serta berlapang dada dalam menyikapinya. Marilah kita menjaga ukhuwwah
islamiyyah (persaudaraan sesama Islam) dan menghindari segala perpecahan,
perselisihan serta percekcokan karena masalah ijtihadiyyah seperti ini
(catatan: Perlu diketahui bahwa para ulama kita yang membolehkan ikut
mencoblos di Pemilu bukan berarti mendukung sistem demokrasi yang jelas-jelas
bertentangan dengan Islam. Sebagai contoh adalah Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad,
beliau termasuk ulama yang membolehkan jika kemaslahatan menuntut demikian,
sekalipun begitu beliau memiliki sebuah risalah khusus yang mengkritisi sistem
demokrasi yaitu Al-Adlu fi Syari’ah Islam wa Laisa fii Dimoqrotiyyah
al-Maz’umah, Keadilan itu Dalam Hukum Islam Bukan dalam Sistem Demokrasi).
Alangkah indahnya ungkapan Imam Syafi’i kepada Yunus
ash-Shadafi:
يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ
“Wahai Abu Musa, Apakah kita tidak bisa untuk tetap
bersahabat sekalipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?!” (catatan: Dikeluarkan oleh
adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 3/3281, lalu berkomentar: “Hal
ini menunjukkan kesempurnaan akal imam Syafi’i dan kelonggaran hatinya, karena
memang para ulama senantiasa berselisih pendapat.“)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga
pernah mengatakan:
وَأَمَّا الِاخْتِلَافُ فِي ” الْأَحْكَامِ ” فَأَكْثَرُ مِنْ أَنْ يَنْضَبِطَ وَلَوْ كَانَ كُلَّمَا اخْتَلَفَ مُسْلِمَانِ فِي شَيْءٍ تَهَاجَرَا لَمْ يَبْقَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ عِصْمَةٌ وَلَا أُخُوَّةٌ وَلَقَدْ كَانَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا سَيِّدَا الْمُسْلِمِينَ يَتَنَازَعَانِ فِي أَشْيَاءَ لَا يَقْصِدَانِ إلَّا الْخَيْرَ
“Adapun perselisihan dalam masalah hukum maka banyak
sekali jumlahnya. Seandainya setiap dua orang muslim yang berbeda pendapat
dalam suatu masalah harus saling bermusuhan, maka tidak akan ada persaudaraan
pada setiap muslim. Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dan Umar radhiallahu
‘anhu saja—kedua orang yang paling mulia setelah Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam—mereka berdua berbeda pendapat dalam beberapa masalah, tetapi
keduanya tidak menginginkan kecuali kebaikan.” (Majmu’ Fatawa 5/408. )
KEDUA
Bagi siapa yang memilih karena mempertimbangkan
kaidah:
يُخْتَارُ أَهْوَنُ الشَّرَّيْنِ
“Menempuh mafsadat yang lebih ringan.”
(catatan: Lihat kaidah ini dalam Al-Asybah wa Nadhoir hlm. 87 karya
as-Suyuthi, Al-Asybah wa Nadhoir hlm. 89 karya Ibnu Nujaim, Al-Qowaid
Al-Kulliyyah wa Dhowabith Al-Fiqhiyyah hlm. 183 oleh Dr. Muhammad Utsman
Syubair, Al-Mufashol fi Al-Qowaid Al-Fiqhiyyah hlm, 369 karya Dr. Ya’qub
Ba Husain)
Maka hendaknya bertaqwa kepada Allah dan memilih
partai yang paling mendingan daripada lainnya atau memilih pemimpin yang lebih
mendekati kepada kriteria pemimpin yang ideal dalam Islam yaitu al-Qowwiyyu
al-Amin, yaitu memiliki skill lagi amanah (catatan: Perhatikan QS.
Al-Qoshos: 26. Lihat pula penjelasannya dalam Qowa’id Qur’aniyyah hlm.
109-113 karya Dr. Abdullah al-Muqbil dan as-Siyasah Asy-Syar’iyyah
hlm. 29-31 karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah), juga tentunya yang memiliki
perhatian agama Islam yang baik dan memberikan kemudahan bagi dakwah Ahli
Sunnah wal Jama’ah.
KETIGA
Kami mengajak kepada segenap kaum muslimin di manapun
untuk menyibukkan diri dengan amal shalih di saat-saat seperti ini serta
memperbaiki amal perbuatan kita.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْعِبَادَةُ فِى الْهَرَجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ
“Ibadah di saat fitnah seperti hijrah kepadaku.” (HR. Muslim: 2948)
Marilah kita memperbaiki diri dengan menuntut ilmu
syar’i, meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dengan menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, karena pemimpin sejati itu lahir dari
rakyat yang sejati. Dahulu, dikatakan para ulama:
كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلَّى عَلَيْكُمْ
“Bagaimanapun keadaan kalian (rakyat), maka begitulah
keadaan pemimpin kalian.” (catatan: Ungkapan ini dijadikan sebagai judul sebuah risalah yang
ditulis oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani al-Jazairi)
Al-Kisah ada seorang khawarij yang datang menemui Ali
bin Abi Thalib seraya berkata, “Wahai khalifah Ali, mengapa pemerintahanmu
banyak di kritik oleh orang tidak sebagaimana pemerintahannya Abu Bakar dan
Umar?!” Sahabat Ali Menjawab, “Karena pada zaman Abu Bakar dan Umar
yang menjadi rakyat adalah aku dan orang-orang yang semisalku, sedangkan
rakyatku adalah kamu dan orang-orang yang semisalmu!!” (Syarh Riyadhus
Shalihin 2/36 oleh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)
KEEMPAT
Hendaknya kita semua tidak meremehkan peran dan
kekuatan sebuah do’a kepada Allah pada saat seperti ini. Marilah kita semua
bersimpuh dan munajat kepada Allah, agar Allah memilihkan kepada kita pemimpin
yang ideal dambaan Islam yang bersemangat membela agama dan peduli kepada
rakyat, bukan para pemimpin yang hanya berambisi dengan jabatan dan tidak
bertaqwa kepada Allah.
Dahulu, Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan:
لَوْ كَانَتْ لِيْ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ مَا جَعَلْتُهَا إِلاَّ فِي السُّلْطَانِ
“Seandainya saya memiliki doa yang mustajab, maka saya
tidak akan peruntukkan kecuali untuk pemimpin.” (Al-Barbahari dalam Syarhu
Sunnah hlm. 116-117 dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 8/91-92)
Sebagaimana kita berdoa kepada Allah agar
menyelamatkan kita semua dari fitnah yang menyambar agama dan akal pada
saat-saat seperti ini. Abdullah bin Amir bin Rabi’ah berkata: “Tatkala
manusia banyak mencela Utsman, maka ayahku (sahabat Amir bin Rabi’ah) melakukan
sholat malam seraya berdoa: “Ya Allah, jagalah diriku dari fitnah sebagaimana
Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang shalih.” Maka ayahku tidak keluar
(karena sakit) kecuali ketika meninggal dunia”. (Dikeluarkan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah
1/178-179 dan Al-Hakim 3/358.)
KELIMA
Hendaknya kita mewaspadai dan menjauhi
percikan-percikan pemilu dan pelanggaran-pelanggaran terhadap agama; baik
berupa perpecahan, fanatik partai dan golongan, menerima uang suap/sogok
(catatan: Lihat penjelasan lebih rinci tentang masalah suap/sogok dalam Jarimah
Risywah oleh Dr. Abdullah at-Thariqi), terutama “serangan fajar” karena hal
itu diharamkan dalam agama dan terlaknat pelakunya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لَعَنَ اللهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
“Allah melaknat pemberi suap dan yang disuap.”
Komite tetap fatwa dan penelitian keislaman kerajaan
Arab Saudi telah menfatwakan haram pemberian dan penerimaan hadiah dari calon
yang akan ikut pemilihan legislatif, fatwa no. 7245, yang ditanda tangani oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz (ketua), yang berbunyi:
Soal: Apakah hukum Islam tentang seorang calon anggota
legislatif dalam pemilihan yang memberikan harta kepada rakyat agar mereka
memilihnya dalam pemilihan umum?
Jawab: Perbuatan calon anggota legislatif yang memberikan
sejumlah harta kepada rakyat dengan tujuan agar mereka memilihnya termasuk risywah
(suap) dan hukumnya haram. (Fatawa Lajnah Daimah, jilid XXIII, hlm 541.)
Demikian juga segala bentuk permusuhan dan perpecahan,
sangat bertentangan dengan dalil-dalil agama Islam. Imam asy-Syaukani
mengatakan: “Persatuan hati dan persatuan barisan kaum muslimin serta
membendung segala celah perpecahan merupakan tujuan syari’at yang sangat agung
dan pokok di antara pokok-pokok besar agama Islam. Hal ini diketahui oleh
setiap orang yang mempelajari petunjuk Nabi yang mulia dan dalil-dalil
Al-Qur’an dan sunnah.” (Al-Fathur Robbani 6/2847-2848 oleh asy-Syaukani)
KEENAM
Apapun hasilnya pemilu nanti dan siapapun yang menang
dan terpilih sebagai pemimpin, maka marilah kita laksanakan kewajiban kita
sebagai rakyat yaitu mendengar dan taat kepadanya sebagaimana ajaran Al-Qur’an
dan sunnah, selagi tidak memerintahkan kepada maksiat. Jika memerintahkan
kemaksiatan maka tidak boleh untuk didengar dan ditaati namun tetap kita tidak
boleh memberontak kepemimpinannya.
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَ اْلسَّمْعِ وَ اْلطَّاعَةِ وَ إِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا
“Aku wasiatkan kepada kalian dengan taqwa kepada Allah
dan mendengar serta taat (kepada pemimpin) sekalipun dia adalah
budak Habsyi (orang hitam)” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 4/126-127, Abu Dawud
4607, Tirmidzi 2676, Ibnu Majah 42,43 dll, dishahihkan Al-Albani dalam Irwaul
Ghalil 2455)
عَلىَ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat
(kepada penguasa) dalam perkara yang ia senangi dan ia benci kecuali apabila
diperintah kemaksiatan. Apabila diperintah kemaksiatan maka tidak perlu
mendengar dan taat.” (HR.
Bukhari 13/121, Muslim 3/1469)
Marilah kita semua menjaga stabilitas keamanan negara
dan menjaga emosi kita tatkala pilihan kita kalah, karena kemanan adalah
sesuatu yang harus kita jaga bersama demi terjaganya nyawa, harta dan agama,
lebih daripada hanya sekedar membela dan fanatik kepada pemimpin atau golongan
tertentu. Para ulama mengatakan:
الْمَصْلَحَةُ الْعَامَّةُ مُقَدَّمَةٌ عَلَى الْمَصْلَحَةِ الْخَاصَّةِ
“Kemaslahatan umum lebih didahulukan daripada
kemaslahatan pribadi.” (Al-Muwafaqot 6/123 karya asy-Syathibi)
Marilah kita ingat selalu pesan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam agar kita menghindari segala kekacauan dan tidak
terlibat/berkecimpung di dalamnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَتَكُونُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ ، وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِى ، وَالْمَاشِى فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِى، مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ ، فَمَنْ وَجَدَ فِيهَا مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِه
“Akan terjadi fitnah, orang yang duduk lebih baik
daripada yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan,
orang yang berjalan lebih baik daripada yang berlari, barangsiapa yang mencari
fitnah maka dia akan terkena pahitnya dan barangsiapa yang menjumpai tempat
berlindung maka hendaknya dia berlindung.” (HR. Bukhari 3601 dan Muslim 2776)
Demikianlah beberapa nasehat penting yang ingin kami
sampaikan. Semoga Allah menjaga kita semua dari segala fitnah dan membimbing
kita semua ke jalan yang diridhoi-Nya. Ya Allah berikanlah kepada kami pemimpin
yang engkau cintai dan ridhoi untuk menegakkan agama-Mu dan membela
hamba-hamba-Mu dari segala bentuk kezhaliman. Amiin.
Source : http://www.konsultasisyariah.com/untaian-nasehat-sebelum-pemilu-2014/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar